Solo International Performing Arts
Hello sobat blogger! Saat ini aku kembali lagi bisa membuat artikel-artikel dan mengurus blog seperti dulu. Sudah hampir dua bulan blog ini tidak punya artikel baru. Wah, lama banget ya! Bulan kemarin dipenuhi tugas SMA dan ulangan-ulangan yang harus dilaksanakan.
Akhirnya, UTS selesai juga dan minggu depan aku harus mengikuti Ujian Perkemahan dan itu kegiatan wajib dari sekolah dan mungkin aku tidak bisa aktif lagi tetapi, tetap diusahakan untuk mengurus blog ini. Sulit sekali untuk mencari waktu luang di bangku SMA ini.
Oke, jadi saat ini aku akan nge-post tentang acara keren di bulan September lalu. Acaranya itu tingkatnya internasional. Inilah acara yang menurutku itu keren:
Vastenburg Solo Satukan Keragaman Dunia
Selepas disuguhi tarian dari Barat dan Timur, penonton diajak bersantai menyimak lantunan lagu etnik kontemporer yang dibawakan grup musik asal Bali, Gus Teja World Music.
Solopos.com, SOLO–Solo International Performing Arts 2014 dibuka di Benteng Vastenburg, Kamis (11/9/2014) malam.
Pesta pembukaan hajatan seni pertunjukan internasional tersebut makin meriah dengan pesta kembang api yang mengiasi langit di benteng buatan Belanda itu.
Tak lama berselang, kereta kencana yang membawa Maskot SIPA 2014, Yang Mulia Tunku Atiah, bergerak melintasi ribuan penonton menuju panggung perhelatan akbar.
Dengan cekatan, perempuan yang masih memiliki darah bangsawan dari Johor Bahru dan Mangkunegaran ini menapaki panggung utama.
Di atas panggung berukuran 28 meter x 12 meter, Tunku Atiah tampil anggun dengan balutan busana kombinasi Melayu-Jawa berwarna biru. Kedatangannya disambut lima penari laki-laki dan 24 penari perempuan berbusana merah menyala dari Semarak Candra Kirana.
Iringan musik perpaduan Sunda, Jawa, dan Melayu mengiringi kolaborasi energik pada tarian pembuka ini.
Sejenak menikmati tarian yang menggambarkan keragaman etnis Nusantara, ribuan penonton yang hadir diajak menyimak suguhan dari belahan dunia yang berbeda.
Duet penari balet kontemporer asal Jerman dari Just Live Dance, menampilkan sajian tari bertajuk Together Apart.
Dalam tarian yang diprakarsai Soren Magnus ini penonton sejenak diajak berkontemplasi saat sedang larut dalam kesendirian. Lewat gerakan tarian balet duet, Jessica Sarah dan Soren awalnya tampak berjalan beriringan mengitari panggung utama.
Saat iringan musik biola mulai terdengar distorsif, drama dalam tari kontemporer ini mulai bergulir. Penari perempuan yang mengenakan busana ketat berwarna abu-abu melingkarkan kain sarung elastis putih kepada Soren yang tampil dengan busana berwarna hitam. Transformasi pun dimulai.
Soren tampak nyaman menari sendirian. Sementara pasangannya, menanti di tepian. Jalinan keduanya yang mulai terpisahkan nampaknya sulit bersatu kembali. Adegan ini ditandai lewat gerakan tangan dan raut wajah yang saling membuang muka.
Setelah melewati beberapa kali tarik ulur hubungan yang diperkuat dengan properti selembar kain putih, keduanya kemudian kembali bersatu lewat tarian balet. Permainan musik yang dinamis ikut membangun suasana bahagia.
Seruling Bali Perkawinan seruling tradisional sebagai instrumen utama, selaras berpadu dengan tingklik, slokro, kendang, dan bas.
Grup musik yang telah menjajal berbagai panggung internasional ini pun menjadi katarsis dari berbagai suguhan pertunjukan sebelumnya.
Perhelatan perdana SIPA 2014 terus bergulir. Musisi komungo asal Korea, Jin Hi Kim bersama penari kontemporer Mugiyono Kasido menyuguhkan karya bertajuk Back to Source. Karya kolaboratif yang turut melibatkan penari cilik Marvel Gracia ini mengusung semangat kembali kepada akar tradisinya.
Saat malam beranjak larut, giliran delegasi asal Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja menampilkan tarian berjudul Wisayawisa. Tari Tandak Mendue Muke yang dibawakan Sanggar Seni Angsana asal Kabupaten Karimun menutup kemeriahan malam pembukaan tersebut.
Ketua Penyelenggara SIPA 2014, Irawati Kusumorasri, mengatakan tema penyelenggaraan SIPA Generation of World Culture sengaja memberikan ruang bagi pelaku regenerasi seni bagi seniman dari seluruh penjuru dunia.
“SIPA ingin kebudayaan bisa terus ada dan hidup di berbagai sendi kehidupan,” katanya saat menyampaikan pidato sambutan di sela acara pembukaan.
Artikel ini kuambil dari
Comments
Post a Comment